Monumen Teruo Nakamura - Wisata Sejarah Pulau Morotai
Teuro Nakamura adalah salah satu sejarah yang sangat menarik di Pulau Morotai, provinsi Maluku Utara. Nakamura adalah prajurit Jepang yang paling terakhir dan menyerah pada akhir tahun 1974. Oleh karena itu Pemerintah Daerah Kabupaten Pulau Morotai mendirikan Monumen Teruo Nakamura untuk mengenang sejarah dimana Pulau Morotai dulu memiliki peran strategis sebagai salah satu basis pada Perang Dunia II.
Cerita ini dimulai dari pasukan Jepang yang menguasai Pulau Morotai dengan kekuatan sebanyak satu batalyon atau sekitar 1000 orang personel. Namun, Pasukan Sekutu yang terdiri dari Amerika Serikat dan Australia mengirimkan sembilan divisi atau sekitar 90 ribu pasukan untuk merebut pulau itu dari Jepang pada 1944. Pasukan Jepang kewalahan dan beberapa berhasil lari bersembunyi, salah satunya adalah Teuro Nakamura. Pada umumnya, prajurit Jepang yang bersembunyi itu tak mau menyerah oleh pihak sekutu.
Nakamura berasal dari penduduk asli Taiwan dan saat itu Taiwan menjadi koloni Jepang. Lahir pada tahun 1919, ia terkena wajib militer dan dimasukkan ke dalam sebuah Unit Sukarela Takasago dari Angkatan Darat Kekaisaran Jepang pada bulan November 1943. Ia ditempatkan di Pulau Morotai di Indonesia tak lama sebelum pulau tersebut ditaklukkan oleh Sekutu pada bulan September 1944 dalam Pertempuran Morotai. Ia dinyatakan tewas pada bulan Maret 1945.
Sejarah ditemukannya Prajurit Teuro Nakamura
Ada seorang warga Desa Pilowo yang bernama Baicoli, bersahabat dengan Nakamura selama puluhan tahun. Baicoli bertemu Nakamura saat sedang berburu babi hutan. Dari pertemuan itu, mereka bersahabat. Baicoli sering mengunjungi Nakamura di tempat persembunyiannya untuk membawakan bahan-bahan makanan yang dibutuhkan seperti gula, garam, atau teh. Hingga pada akhirnya Baicoli merasa akan meninggal pada waktu itu, dia memberikan wasiatnya kepada anaknya, Luther Goge, untuk melanjutkan persahabatan dengan Nakamura dan menyediakan kebutuhan-kebutuhan yang diinginkannya. Luther kemudian dikenalkan oleh ayahnya dan kemudian melanjutkan persahabatannya itu.
Namun, Luther pada tahun 1974, mulai merasakan hidupnya tak akan lama lagi. Ia mulai khawatir dengan keadaan Nakamura. Luther tak memiliki anak yang akan melanjutkan hubungannya dengan Nakamura. Pada akhirnya ia melaporkan tentang persahabatannya itu kepada Kapolsek Pulau Morotai, Kapten Lawalata tentang adanya prajurit Jepang yang bersembunyi di hutan.
Pada awalnya, Kapten Lawalata selaku kapolsek belum meyakini laporan dari Luther Goge itu. Sehingga, ia melaporkan hal tersebut kepada Komandan Pangkalan Udara TNI AU di Pulau Morotai, Kapten Supardi. Kapten Supardi akhirnya memutuskan untuk menjemput Nakamura. Sebuah tim penjemput beranggotakan sebanyak 20 orang disiapkan dan Supardi memimpin penjemputan itu.
Pada tanggal 18 Desember 1974 tim berangkat dari pusat kota Pulau Morotai ke kawasan hutan di Desa Pilowo, tempat persembunyian Nakamura. Saat menjelang malam, mereka pun mendirikan tenda dan bermalam. Ada seorang anggota dari tim tersebut bernama Sersan Mayor Hanz Anthony yang fasih berbahasa Jepang. Ia kemudian merancang skenario penangkapan Nakamura. Ia mengajarkan lagu Kimigayo, lagu kebangsaan Jepang kepada seluruh tim. Tim penjemput pun menghapalkannya. Selain lagu, tim juga membawa foto Presiden Soeharto beserta bendera merah putih dan foto Perdana Menteri Jepang pada waktu itu Kakuei Tanaka beserta bendera matahari Jepang. Skenarionya adalah, saat Nakamura muncul, maka tim penjemput menyanyikan lagu kebangsaan Jepang dan mengibarkan bendera Jepang dan merah putih serta menunjukkan foto Presiden Soeharto dan Perdana Menteri Kakuei Tanaka.
Pada tanggal 19 Desember 1974 pagi hari, tim penjemput kembali bergerak mencari Nakamura. Setelah beberapa saat berjalan, tim menemukan gubuk persembunyian Nakamura. Pada waktu ditemukan, Nakamura sedang tidak ada di tempat. Tim penjemput pun kemudian bersembunyi. Saat Nakamura kembali, tim kemudian mengepung gubuk itu. Nakamura terkejut dan raut wajahnya terlihat sangat tegang dan berusaha masuk ke dalam gubuk. Sesuai sekenario, tim menyanyikan lagu Kimigayo dan mengibarkan foto serta bendera. Mendengar itu, Nakamura langsung berdiri tegak dan dalam keadaan siap. Saat itulah, Sersan Mayor Hanz Anthony menyergap Nakamura. Tim kemudian menodongkan senjata ke arah Nakamura dan menyuruhnya angkat tangan. Pada saat itu juga Nakamura menyerah kepada Pasukan TNI AU. Sersan Mayor Hanz Anthony kemudian berbicara kepada Nakamura dalam bahasa Jepang. Hanz menginformasikan bahwa perang telah usai sejak 29 tahun lalu. Jepang, sebagai negara yang dibela Nakamura juga kalah dalam perang tersebut oleh sekutu. Hanz juga menginformasikan bahwa Pulau Morotai saat ini adalah daerah merdeka dan bergabung dengan negara yang bernama Indonesia. Hanz pun menunjukkan foto Presiden Soeharto sebagai kepala negara Indonesai saat ini. Tak lupa, Hanz juga menunjukkan foto Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka sebagai kepala pemerintahan Jepang.
Kehidupan Teuro Nakamura selama 30 tahun bersembunyi di hutan
Kondisi Nakamura saat ditemukan hanya memakai baju yang terbuat dari karung goni. Tubuhnya tinggi besar dan terawat. Kulitnya putih. Tim kemudian masuk ke dalam gubuk Nakamura. Gubuk itu hanya seluas 2 x 2 meter. Terbuat dari kayu dan beratap rumbia. Di dalam gubuk, terdapat tumpukan kayu yang sudah melengkung. Kayu itu melengkung karena dijadikan tempat tidur Nakamura. Selain itu, berdasarkan cerita Serma Hanz Anthony yang bisa berbicara dengan Nakamura dalam bahasa Jepang, Nakamura menggunakan itu untuk membakar dirinya sendiri, jika suatu saat ia sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Di langit-langit gubuknya, ditemukan satu buah senjata yang disimpan Nakamura. Senjata itu ia rawat sejak masa perang, 30 tahun sebelumnya. Di lantai yang terbuat dari tanah itu, ditemukan 14 peluru aktif. Di dalam rumahnya juga terdapat satu botol besar yang berisi minyak babi. Digunakan Nakamura untuk merawat senjatanya dan untuk bumbu makanan. Di kompleks gubuk itu, Nakamura menanam berbagai macam tanaman. Ia menanam jenis umbi-umbian seperti ubi dan singkong. Ia membangun pagar terbuat dari kayu untuk mengelilingi gubug dan pekarangannya itu.
Setelah ditangkap, Nakamura diberikan baju seragam oleh TNI AU. Tanpa diikat atau diborgol, Nakamura dibawa oleh tim ke pangkalan TNI AU melalui jalur laut menggunakan speedboat. Nakamura yang sudah 30 tahun bersembunyi tidak berinteraksi dengan peradaban, terlihat bingung saat melihat keramaian. Ia kemudian dibawa ke pangkalan TNI AU dan dirawat di sana untuk dicek kesehatannya. Menurut keterangan dokter keadaan Nakamura baik-baik saja. Sersan Mayor Hanz Anthony menjelaskan Nakamura bersembunyi di dalam hutan karena menyangka Pulau Morotai masih dikuasai oleh Pasukan Sekutu. Apalagi, di Pulau Morotai terdapat Pangkalan TNI AU, sering dikunjungi oleh pesawat Hercules. Nakamura menyangka itu adalah pesawat Pasukan Sekutu. Sehingga saat ada pesawat Hercules TNI AU, Nakamura bersembunyi dan merunduk di hutan.
Pada akhirnya Nakamura dijemput oleh Kepala Staf Angkatan Udara waktu itu, Marsekal Saleh Basarah dari Jakarta dengan pesawat Hercules. Setelah Nakamura di bawa ke Jakarta, ia diserahkan ke Kedutaan Besar Jepang. Pada awalnya, Nakamura ingin dikembalikan ke Jepang. Namun, ia terhalang masalah administrasi. Karena, ternyata diketahui bahwa Nakamura hanya seorang pasukan sukarela atau wajib militer pasukan Jepang dari Taiwan. Nakamura akhirnya dibawa ke Taiwan.
0 comments:
Post a Comment